Bocah dan bongkah

Seorang bocah temukan dirinya dalam sendiri.

Dalam ruang kosong tanpa apa apa, hanya lapang luas tempat ia bisa bercerita.

Ia tak terlalu banyak mengeluh, apalagi bertutur peluh.

Ia hanya terus ceritakan apa yang ia punya.

Maka dalam perjalanannya, ia temukan sebongkah dunia.

Dunia yang menerima dirinya, begitu pula butuhkan sosoknya.

Bongkahan itu ia terima dengan amat gembira, ia mainkan sebagaimana ia suka.

Terus begitu, setelah sekian lama ia hanya bermain berdua. Seorang bocah dan sebongkah dunia.

 

Waktu berlalu, ia pun temukan bahwa mereka pun mainkan bongkahan itu.

Maka ia bagi bongkah-bongkahnya, ia buka agar semua bisa nikmati bersama.

Bocah itu tak lagi sendiri. Dunia yang ia tahu, perlahan menjadi satu.

Ruang kosong itu tak lagi hanya berisi dirinya, namun sahabat, kasih, dan cerita tanpa hingga.

 

Kemudian datang, salah seorang penikmat bongkahan yang bijaksana.

Yang berkata dan berseru, bahwa dunia milik bocah itu buruk dan tak layak diterima.

Semua pun setuju, dan mencoba untuk buat ulang bongkahannya.

Hingga bocah itu merasa malu, menyadari bahwa dirinya tak pantas bahkan untuk dunianya.

Lalu bocah itu sadari.

Ia tak pernah lepas dari sendiri, hanya seolah terisi oleh gaung dan gempita satu hari.

Dan satu satunya yang ia bisa lakukan adalah kembali berlari.

 

Maka bocah itu pergi.

Dari sebuah dunia yang ia buat dengan keringat sendiri.

Menuju ruang kosong yang sama, sambil berharap temukan bongkahan yang ia cintai sekali lagi.

Leave a comment